Satu Tiang Bangsa Hari Ini Boleh Patah, Tetapi Seratus Tiang Akan Tumbuh dan Bangkit Membelah Tanah Air dan Bangsa Papua

 
Sambutan oleh Bpk. Markus Haluk, Saat Pelepasan Jenasah Tuan Filep Karma

Oleh: Markus Haluk
Direktur Eksekutif ULMWP

Keluarga Besar Karma, keluarga Besar Byak dan keluarga besar Bangsa Papua serta Sidang Perkabungan yang kami Kasihi.

Dengan perasaan haru tetapi juga penuh Bangga, kepala tegap mari kita bersama Ungkapkan: *Syukur BagiMu Tuhan,* Sebab Engkau Telah Beri kami Bangsa Papua, Keluarga Besar Karma, Seorang Patriot Sejati, tokoh Papua dan Nasionalis Papua; Bapa terkasih Filep Karma, selama 63 tahun untuk hidup dan berjuang membelah tanah air, rakyat dan Bangsa Papua.

 *Saudara-Saudari sebangsa dan setanah air Papua* 

Ditengah semua perasaan emosi, marah, protes, sedih, tangis haru, kami perlu sampaikan pada kesempatan ini bahwa bangsa Papua kehilangan seorang pejuang dan nasionalis Papua yang sejati. Kepergian Bapa almarhum Filep Karma kita merasakan, tulang punggung perjuangan bangsa Papua patah. Sebab almarhum merupakan tulang punggung yang menopang tubuh manusia, tubuh perjuangan Papua. 
Sebagai tulang punggung bangsa Papua, ia membelah rakyat dan memperjuangkan hak Politik bangsa Papua dari tengah kota, di Jantung Ibu Kota Bangsa Papua. Hidup dan perjuangan Sang Penyangga bangsa Papua penuh liku-liku, dari penjara-ke penjara, dari ancaman-ke ancaman. Ditengah semua liku-liku hidupnya, ia tetap konsisten berjuang dengan damai. Selama 24 tahun terakhir ini, sejak ia memimpin aksi perjuangan damai menuntut hak kemerdekaan dan kedaulatan politik bangsa Papua di Biak pada Juli 1998, hidupnya sebagian besar habis di dalam tahanan kolonial Indonesia. Ia juga banyak mengalami penuh tekanan teror, ancaman dan intimidasi. Berbagai ancaman tadi bukan hanya ia saja yang yang alami, tetapi dialami juga istri dan kedua buah hati mereka serta keluarga dekatnya. 

Perjuangan Damai yang dia pilih, menurutnya bertolak belakang dengan cita-cita semasa remaja. Ketika ia melihat dan menyaksikan sejak pendudukan Indonesia pada Mei 1963, kejamnya aksi pemerintah Indonesia melalui militer (TNI/Polri) yang ia saksikan, alami sendiri semasa kecil hingga remaja dimana waktu itu ia menyaksikan terjadinya penggerebekan rumah pamannya di Kampung Harapan Sentani-Jayapura pada 1968, penjarahan dan perampokan semua barang peninggalan pemerintah Belanda di Papua seperti di Kota Jayapura, Biak, Manokwari, Sorong dan kota-kota lainnya di Tanah Papua almarhum bercita-cita berjuang Papua Merdeka dengan cara angkat senjata: “Waktu remaja saya berpikir kalau saya berjuang Papua Merdeka berarti saya harus berjuang dengan kekerasan. Saya harus mempersenjatai diri dan berjuang di hutan-hutan,” (Filep Karma: 2014:7). Tetapi dalam perjalanan hidupnya, setelah ia melanjutkan pendidikan di perguruan Tingga di Jawa pada 1980-an kemudian mengikuti pelatihan HAM di Manila-Philipina 1998, ia memilih tinggal, hidup dan berjuang untuk pembebasan bangsa dan tanah airnya secara damai. 

Perjuangn damai menjadi seluruh nafas hidup Filep Karma. Selama hidupnya, ia terinspirasi banyak tokoh besar dunia yang dengan metode perjuangan damai telah membebaskan rakyat dan bangsa mereka. “Saya mulai berpikir. Ini perjuangan yang bisa kami gunakan untuk memperjuangkan hak-hak kami: tak harus masuk hutan, tak harus bersenjata, tapi dengan ideologi. Kami boleh menyampaikan itu secara bebas kepada lawan kami. Saya juga terinspirasi dengan people power di Filipina pada 1986 yang bikin Presiden Ferdinand Marcos lari. Saya juga belajar dari Jakarta pada 1998. Juga pola yang diajarkan dan dipraktikkan Mahatma Gandhi di India. Martin Luther King Jr. di Amerika Serikat, Nelson Mandela di Afrika Selatan serta Aung San Suu Kyi di Burma.”

 *Saudara-Saudari sebangsa dan setanah air Papua* 

Seluruh totalitas hidupnya ia persembahkan kepada rakyat dan bangsa Papua. Pada awal reformasi banyak elit birokrasi dan politik Papua menjadikan aspirasi dan tuntutan Papua Merdeka sebagai bargaining untuk mendapatkan kedudukan, jabatan, pangkat atau memungut harta kekayaan hingga meminta Otonomi Khusus serta pemekaran kepada Pemerintah Indonesia, tetapi tidak demikian dengan Bapa Filep Karma. 

Ia meninggalkan kekuasaan dan semua tawaran tadi demi membelah dan memperjuangkan harkat dan martabat bangsa Papua. Bahkan apabila kita melihat lebih jauh, almarhum sejak lahir hingga masa remaja dibesarkan dilingkungan istana, jalan di atas karpet merah karena ayahnda terkasih Bapa Andreas Karma pada waktu itu birokrat dan politisi terkemuka bangsa Papua dengan menjabat sebagai Wakil Bupati Jayapura, Bupati Wamena kemudian menjadi Bupati Serui serta banyak jabatan lainnya. Akan tetapi penuh sadar, dengan iklas almarhum, Filep Karma meninggalkan semua jabatan dan karrier dalam sistem pemerintah Indonesia. 

Banyak perilaku rasial ia saksikan, dengar hingga alamai selama hidupnya. Seluruh refleksi, perjuangan dan hidupnya telah diungkapkan dengan sebuah kata, “Seakan Kitorang Setengah Binatang.” Memang benar adanya dengan ungkapan ini, sebab faknya hingga hari ini orang Papua diperlakukan setengah binatang di seluruh tanah Papua, dari Sorong Hingga Merauke, dari Kaimana Hingga Biak, dari pegunungan Bintang hingga Nabire, dari Jayapura hingga Serui, dari Waropen hingga Manokwari dan dari Teluk Wondama hingga Raja Empat. 

Pemaksaan Otonomi Khusus Jilid 1 dan 2, Pemekaran Kabupaten dan Provinsi di Tanah Papua, Eksploitasi dan penjarahan Kekayaan Alam Papua, penyiksaan, penangkapan, pembunuhan orang Papua secara sewenang-wenang, pembungkaman ruang demokrasi secara massif di tanah Papua merupakan wujud nyata dari perlakuan politik rasisme sistemik atau dalam bahasa Filep adalah pemberlakuan pemerintah Indonesia kepada bangsa Papua seakan setengah Manusia tadi.

 *Saudara-Saudari sebangsa dan Setanah Air Papua* 

Berpacu dari pesan almarhum demikian, sembari mengapresi dan rasa hormat yang Tinggi kepada almarhum Filep Karma, berikut ini adalah pesan moral bagi kita sekalian khususnya bagi generasi muda Bangsa Papua:

1) Dengan penuh sadar kita menyampaikan, satu tiang bangsa boleh patah tetapi seribu tiang hidup akan tumbuh untuk dan demi membelah tanah air. Kita sampaikan bahwa Filep Karma boleh pergi tetapi 1001 Filep Karma akan bangkit membelah tanah air dan bangsanya. Metode Ahimsa, Perjuangan Damai yang Almarhum tinggalkan menjadi pedoman bagi kita. Mari apa yang ditinggalkannya, kita isi di dalam noken, isi di dalam perahu, taru di dalam: Honai, Kunume, Jamewa, Kugowapa, Itongoi, Para-para rumah adat kita masing-masing.

2) Menyampaikan Ucapan Terima Kasih dan apresiasi yang besar kepada keluarga besar Karma, Istri: Ratu Karel Lina dan kedua Anak Puan Audryne dan Puan Andrefinsa Karma serta cucu-cucu yang ditinggalkan atas semua kesetian, kesabaran, ketabahan serta kasih setia bersama almarhum Ayahnda terkasih. Karena dukungan kalian, ia telah menjadi tiang bangsa Papua, menjadi Bapa geneologis-biologis dan idiologis bagi kita semua tanpa terkecuali.

3) Pemaksaan pemberlakuan Otonomi Khusus Jilid 2, Pemekaran Papua bukanlah masa depan Papua. Indonesia dan NKRI juga bukan rumah yang menjanjikan untuk masa depan anak cucu kita bangsa. Demikian juga banyak Negara-negara Kapitalis di dunia ini yang terus memperpanjang penderitaan bangsa Papua, mereka juga bukan masa depan kita. Karena itu, mari kita menengadah ke Pacifik, kembali kerumah sendiri Melanesia, Polinesia, Micronesia kemudian ke Afrika, Caribia. Satu dua tahun ini karena Covid 19, kebun dan rumah kita babi hutan mulai merusak dan menghancurkan tanaman. Kiranya Tuhan membuka jalan untuk akhir 2022 dan awal 2023 untuk bangsa Papua di Melanesia. Kiranya almarhum Filep Karma, Yunus Yonah Wenda dan Leoni Tanggahma yang meninggal dalam bulan Oktober 2022 menjadi jembatan emas untuk masuk ke rumah Melanesia, Pacifik hingga rumah besar PBB. 

4) Sehubungan dengan masih belum puas dengan kematian almahum, kiranya perlu dibentuk tim indepen untuk menginfestigasi kematian Bapa terkasih Pilip Karma.

5) Akhirnya Tuhan yang memberi, mari kita doakan dan memohon kepada Tuhan supaya almarhum diterima di sisi-Nya dan keluarga besar Karma, dan bangsa Papua diberikan penghiburan oleh Roh Tuhan Sendiri.

 *Saudara-Saudari sebangsa dan setanah air Papua* 

Pada akhir pesan ini saya menitipkan pesan almahum Pilip Karma kepada kita semua, “Saya siap mati. Kalau saya masih hidup sampai hari ini jangan tanya saya. Karena hidup dan mati hanya Tuhan yang menentukan. Kenapa saya diizinkan masih hidup, saya pun tidak tahu. Tapi bagi saya pribadi, masih hidup berarti Tuhan masih izinkan saya berjuang dan saya akan tetap berjuang sampai Papua Merdeka. Tetapi apakah saya akan melihat Papua merdeka atau tidak, mungkin saya sudah mati duluan. Bagi saya itu tak penting, yang penting rakyat Papua terbebas dari penindasan. Rakyat Papua merdeka di atas tanahnya sendiri. Dia berhak menentukan hidupnya ke depan, mau jadi apa semua ada di tangan rakyat Papua. Bukan bangsa lain, yang datang dan menentukan orang Papua harus begini, harus begitu.” 

Selamat jalan, Bapa terkasih, Bangsa Papua dan kami semua Bangga pernah memilikimu. Doa kami bersamamu menghadap Sang Khalik. 

Sekian dan Terimakasih.Waa..waaa..waa..waaa..

Holandia, Jayapura-West Papua, 02-11-22

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama