MARAKNYA PENETAPAN TERSANGKA KORUPSI DI PAPUA: “Apakah Politik Diskriminalisasi Rasial dan Pengalihan Isu?”


Oleh: Selpius Bobii, 
Koordinator JDRP2)

Jayapura, Suara Pemulihan Papua- Kita sudah tahu bahwa bidikan Jakarta itu tentu kepada orang atau pihak tertentu yang melawan kebijakan atau program tertentu dari pemerintah RI. RHP (bupati Richi Ham Pagawak) ditetapkan jadi tersangka oleh KPK ketika RHP menolak Pemekaran Propinsi (DOB), EO (bupati Eltinus Omaleng) jadi tersangka ketika memperjuangkan haknya Gunung Emas yg dicuri oleh para kolonial. LE (gubernur Lukas Enembe) ditetapkan jadi tersangka karena LE seringkali melawan beberapa kebijakan Jakarta, walaupun kemudian hari ia terpaksa menerima kebijakan kebijakan Jakarta itu. Menurut Gubernur LE bahwa KPK tetapkan dirinya menjadi tersangka korupsi grafitasi karena kepentingan pesta politik Pemilu 2024. Dan saya menduga pasti ada juga motif lainnya.

Korupsi adalah pelanggaran hukum dan moral. Tetapi banyak pejabat dilindungi dan terbebas dari jeratan hukum. Bagaimana maling mau tangkap maling? Penegakkan hukum di Indonesia adalah HUKUM TEBANG PILIH.

Melindungi koruptor adalah tindakan pembiaraan. Melindungi koruptor adalah tindakan kejahatan. Hukum tebang pilih adalah ketidak adilan. Diskriminasi adalah ketidak adilan. Ketidak-adilan adalah kejahatan keji.

Dalam konteks Papua, para elit Jakarta tertentu membiarkan korupsi merajalela di Tanah Papua, bahkan dalam suatu pertemuan para elit Papua dan utusan elit Jakarta di salah satu Hotel di Timika pada tahun 2021, salah satu elit Jakarta mengatakan kepada para elit Papua bahwa korupsi sedikit sedikit boleh, asal jangan minta Merdeka lepas dari NKRI. Ketika mendengar pernyataan elit ini, para elit Papua yang hadir dalam pertemuan itu saling memandang satu sama lain dengan senyuman manis.

Jadi jikalau RHP, EO dan LE ditetapkan jadi tersangka, sesungguhnya KPK menangkap terlebih dahulu para elit Jakarta tertentu yang membiarkan dan mengijinkan para elit Papua tertentu ini diduga korupsi.

Para elit Papua tertentu seringkali berlindung di balik isu Papua merdeka. Jakarta juga takut dengan isu Papua merdeka. Sehingga banyak pejabat yang terlindung dari isu Papua merdeka. Tetapi kali ini, Jakarta sudah menutup mata menetapkan RHP, EO dan LE sebagai tersangka, sebelumnya ada beberapa pejabat Papua ditangkap dan dipenjara. EO sudah ditangkap dan sedang diproses hukum oleh KPK di Jakarta. Dan beberapa waktu ke depan beberapa elit Papua juga akan ditangkap.

Bidikan Jakarta kepada para elit Papua tertentu ini tentu ada motif utamanya. Kaca mata Jakarta, PAPUA adalah KOLONI, maka wajarlah Jakarta memperlakukan semau apa yang Jakarta inginkan.

Kita tidak membela para koruptor di Tanah Papua jika memang terbukti ada yang korupsi. Tetapi selama ini kami memantau bahwa alasan “POLITIK” menjadi primadona di Republik Indonesia, bukan penegakkan HUKUM jadi primadona. “Politik” di sini mengandung dua sisi yaitu perebutan POLITIK kekuasaan dalam sistem NKRI dan POLITIK MEMPERTAHANKAN BINGKAI NKRI, salah satunya adalah POLITIK PAPUA MERDEKA.

Penetapan tersangka atas RHP, EO dan LE dapat juga dikatakan pengalihan isu. Saat ini Jakarta sedang ramainya ditimpa badai besar di tubuh POLRI, ada pula muncul masalah mutilasi 4 warga sipil oleh 6 orang TNI dan 3 warga sipil pada tanggal 22 Agustus 2022 di Timika. Juga masalah pelanggaran HAM lainnya di Tanah Papua. Penetapan tersangka dan penangkapan yang diduga korupsi di Tanah Papua oleh KPK adalah politik pengalihan isu yang dimainkan Jakarta. Apalagi saat ini menjelang Sidang Umum PBB ke 77.

Saya meminjam kata dari Pdt Dr. Socratez Sofyan Yoman: “Bangsa Papua bukan bangsa budak”. Sudah sekian lama bangsa Papua ditindas. Tanah Air Papua sudah dikuasai dan sedang hancur. Kekayaan alam Papua sedang disedot habis. Papua sudah menyumbang segalanya untuk dunia, khususnya Amerika dan Indonesia. Tetapi hingga sampai detik ini hak hak dasar orang asli Papua dihancurkan, bahkan etnis Papua sedang menuju ambang pemusnahan.

Penangkapan bupati Eltinus Omaleng ini menyedihkan. Saya mendengar informasi bahwa ketika dipanggil oleh Gubernur LE untuk membahas pembagian hasil eksploitasi Tambang Freeport Timika, ia ditangkap oleh KPK di Jayapura. Pak EO adalah pemilik sah Gunung Namengkawi (Gunung Emas) yang sudah dan sedang menghidupi dunia, khususnya 24 negara. Terutama Jakarta dan New York yang dibangun oleh hasil PT Freeport dan tambang lainnya dari Tanah Papua.

Ironis memang! Pemilik Gunung Emas ditangkap hanya karena adanya dugaan belasan miliar dari pembangunan tempat Ibadah (Gereja) yang paling megah di Timika. Sesungguhnya, NKRI berutang budi kepada orang asli Papua, khususnya RHP, EO dan LE yang memberi sumbangan terbesar dari Sumber Daya Alam Papua.

Di sini saya tidak membela mereka, jika mereka benar benar korupsi, tetapi saya bicara dari sudut pandang “harga diri kami sebagai etnis Papua ras Melanesia yang selama ini ditindas dengan tidak bermanusiawi oleh Republik Indonesia”. Kami tidak tegah melihat para pemimpin kami ditangkap, diborgol, dipenjara bagai penjahat kelas kakap tanpa alat bukti yang sah. Sebelumnya bapak Barnabas Suebu ditangkap tanpa ada alat bukti yang sah; ia ditangkap dan dipenjara selama 7 tahun hanya berdasarkan “omongan orang”. Masih banyak penjahat kelas kakap yang ada di Indonesia, tetapi para elit dan penegak hukum RI masih melindunginya. Ini tidak adil; Ini diskriminasi rasial dan tindakan ini kejahatan Negara. Tetapi siapa gerangan yang akan menangkapnya? Karena maling melindungi maling, penjahat melindungi penjahat. Ini yang jadi soal.

Sementara politik diskriminalisasi rasial dimainkan, ada pula Politik Pendudukan semakin meningkat di Tanah Papua oleh para elit politik Jakarta. Tanah Papua sudah dikuasai melalui pendekatan Otonomisasi dan Pemekaran DOB. Camkanlah bahwa Tanah Papua bukan Tanah Kosong. Tanah Papua ‘ADA’ pemiliknya. Pemilik mutlak adalah Allah Pencipta. Allah telah memberi Tanah Papua kepada para moyang bangsa Papua sebagai ‘pemilik sah’ atas “Tanah Pusaka Papua’. Para moyang Papua telah mewariskan Tanah Papua dari generasi ke generasi hingga kepada generasi Papua saat ini.

Mari kita bersatu untuk menyelamatkan Tanah Air dan bangsa Papua dari kehancuran dan kepunahan; Sambil kita bertobat dari salah dosa menuju Pemulihan Tanah dan Bangsa Papua indah pada waktu Tuhan.

Jayapura: Minggu, 18 September 2022.

Posting Komentar

Please Select Embedded Mode To Show The Comment System.*

Lebih baru Lebih lama