(Sampai kapan penguasa Indonesia berhenti berbohong kepada bangsa Papua, masyarakat Indonesia dan Internasional?)
Oleh: Gembala Dr. A.G. Socratez Yoman, MA
Ada beberapa dosa dan kebohongan para penguasa kolonial modern Indonesia yang berwatak rasis, fasis, kriminal, barbar, dan kejam yang berbudaya militeristik dari waktu ke waktu dalam menghadapi rakyat dan bangsa Papua.
1. DOSA DAN KEBOHONGAN MELALUI OTSUS NO 21 TAHUN 2001
OTSUS itu solusi politik bukan solusi kesejahteraan, karena ketika rakyat dan bangsa Papua menyatakan keluar dari Indonesia untuk berdiri sebagai bangsa merdeka dan berdaulat, maka Otsus Nomor 21 Tahun 2001 lahir sebagai Win Win Solution antar Papua-Indonesia. Tapi, semua pasal-pasal krusial Otsus dihilangkan oleh penguasa Indonesia dan Otsus dibuat ompong, tidak ada taring. Dan juga, dalam era Otonomi Khusus basis militer meningkat dan diikuti pelanggaran HAM juga meningkat. Karena itu Otonomi Khusus dinyatakan gagal total dari rakyat Papua sebagai pihak korban, rakyat Indonesia dan komunitas global.
Otsus Nomor 21 Tahun 2001 dibuat tidak ada taring dan gigi melalui Otsus jilid II yang RASIS dan FASIS dengan UU Nomor 2 Tahun 2021. Kejahatan Indonesia sebagai bangsa kolonial firaun modern benar-benar terlihat dari Otsus Jilid II ini.
2. DOSA DAN KEBOHONGAN MELALUI UP4B
DR. Haji Susilo Bambang Yudhoyono mengeluarkan PP Presiden RI Nomor 65 Tahun 2011 Tentang Percepatan Pembangunan Provinsi Papua Dan Provinsi Papua Barat (UP4B), Tertanggal 20 September 2011. Dan Letnan Jenderal Bambang Darmono dipercayakan sebagai Ketua UP4B.
Pertanyaannya ialah mengapa Presiden mengeluarkan PP Presiden RI Nomor 65 tahun 2011 tentang UP4B?
Jawaban dari pertanyaan ini, pada tahun 2011 suara yang menyatakan tentang kegagalan pelaksanaan Otonomi Khusus di Papua begitu nyaring dan meningkat tajam serta dukungan untuk dialog antara Papua-Indonesia signifikan datang dari rakyat Papua, Indonesia, dan Negara-Negara Asing pendukung pelaksanaan Otsus di Papua, termasuk Amerika Serikat, Uni Eropa dan PBB. Bahkan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Ibu Hillary Clinton mendukung dialog damai antara Papua-Indonesia.
Untuk menghalangi dan menghindari atau lebih tepat untuk membohongi Negara-Negara asing yang menyatakan Otsus gagal dan mendorong dialog Papua-Indonesia, maka PP Presiden Nomor 65 tahun 2011 dibuat sebagai topeng atau tameng Indonesia supaya tidak terjadi dialog Papua-Indonesia.
Itu terbukti dengan Bambang Darmono berkeliling Luar Negeri, terutama berbicara di PBB, bahwa UP4B adalah solusi dari kegagalan Otsus nomor 21 Tahun 2001. Dari ini terlihat para penguasa Indonesia membohongi rakyat Papua, Indonesia dan komunitas global.
3. INDONESIA PERNAH MENGHALANGI RENCANA KUNJUNGAN MSG KE PAPUA
Bagian ini, Dr. Ibrahim Peyon dengan tepat mengatakan tentang penguasa Indonesia menghalangi rencana kunjungan utusan Negara-Negara Melanesia ke Papua.
"Dulu, pada waktu delegasi MSG (Melanesia Spearhead Group) mendesak Indonesia untuk sebuah kunjungan ke Papua, Presiden Jokowi pernah terima tim 14 di Istana Negara, kemudian Pater Dr. Neles Tebay dan Menkopolhukam [kala itu] Wiranto ditunjuk untuk mengatur dialog tersebut. Tujuannya adalah untuk menghalangi kunjungan Delegasi MSG ke Papua, dan akhirnya dialog itu tidak jalan hingga akhir hidup almarhum Dr. Neles. Pater dan timnya telah berjuang dan berusaha keras namun tidak ada niat baik Indonesia atas agenda tersebut. Ini menunjukan kebohongan, dan akal-akalan Indonesia untuk hambat agenda kunjungan MSG dan PIF ke Papua. Kini pola yang sama sedang mengulang kembali."
4. KOMNAS HAM RI: DIALOG INDONESIA DENGAN OPM?
KOMNAS HAM didirikan oleh Negara dan dibiayai oleh Negara dan milik Negara dan kerja untuk kepentingan Negara. Karena itu, tidak layak menjadi mediator untuk dialog damai Papua-Indonesia dalam upaya penyelesaian akar sejarah konflik yang kronis hampir lebih dari enam dekade sejak 19 Desember 1961.
KOMNAS HAM RI sepertinya berusaha menghalangi atau menghambat lajunya lobi dan diplomasi politik United Liberation Movement for West Papua (ULMWP) di level regiobal dan internasional, yaitu di MSG, PIF, ACP, Uni Eropa dan juga di PBB.
Arah KOMNAS HAM RI mudah dibaca, yaitu untuk mereduksi perjuangan ULMWP di level global yang sudah mendapat simpati dan dukungan dari komunitas internasional dan juga menghalangi kunjungan Komisi HAM PBB.
Sepertinya KOMNAS HAM ditugaskan untuk menghalangi desakan Negara-negara Rumpun Melanesia (MSG), Negara-Negara Kepulauan Pasifik (PIF), Negara-Negara Afrika, Carabia, Pasifik (ACP) terdiri dari 79 Negara dan Uni Eropa yang terdiri dari 27 Negara, termasuk didalamnya Belanda Negara bekas penjajah Indonesia dan Inggris mendesak Indonesia untuk membuka akses Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.
Dan juga menghalangi desakan tiga Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, yaitu: Francisco Cali Tzay, Morris Tidball-Binz, Cecilia Jimenez-Demay mendesak Indonesia untuk Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.
Dewan Gereja Papua (WPCC) melalui Moderator, Pdt. Dr. Benny Giay menyatakan: Dewan Gereja Papua curiga dan ada udang di balik batu.
(1) Mengapa KOMNAS HAM kunjungan ke Wamena secara diam-diam?
KOMNAS HAM lakukan ini sebagai siasat untuk alihkan perhatian media /opini dari masalah pelanggaran HAM yang sedang disorot oleh Dewan HAM PBB.
(2) Apakah ini untuk memperbaiki citra NKRI dalam konteks Komisi HAM PBB yang sedang menyoroti pelanggaran HAM di Tanah Papua?
(3) Tetapi mengapa OPM? Kata seorang warga ini ‘OPM merah putih.
(4) Apakah kita bisa katakan yang OPM dalam benak KOMNAS HAM itu OPM merah putih? Hanya KOMNAS HAM RI bisa jawab.
Dalam sejarah Papua, OPM merah putih ini adalah fakta yang hadir, kapan mereka dibutuhkan bisa dipesan untuk menyerahkan diri.
(5 ) Apakah bisa Hari ini KOMNAS HAM pesan OPM gaya itu untuk datang berdialog dengan Presiden Jokowi?
Dalam pengalaman orang Papua hitam, OPM merah putih punya sejarah menyerahkan diri /datang cium bendera merah putih di depan petinggi ke amanan, setelah itu menghilang lagi.
(6) Apakah OPM yang dihubungi diam-diam pihak KOMNAS HAM ini OPM merah putih?
(7) Ataukah faksi OPM yang lemah yang dipelihara dan dimanfaatkan KOMNAS HAM atau pihak-pihak lain di Tanah Papua?
Direktur Perkumpulan Advokat Hak Asasi Manusia atau PAHAM Papua, Gustaf Kawer mengatakan bahwa wacana dialog Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM tidak sesuai dengan gagasan dialog Jakarta – Papua yang dimulai orang Papua. Dialog yang digagas Komnas HAM RI itu seperti politik pencitraan untuk bahan diplomasi Indonesia kepada dunia internasional.Dialog ala Komnas HAM RI itu jelas membuat dialog Papua jauh dari harapan dan kemauan besar orang Papua. Dialog ala Komnas HAM RI itu menjadi janggal, antara lain karena tidak sesuai dengan regulasi atau aturan. Undang-undang Dasar 1945 (UUD 1945) maupun Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia (UU HAM) tidak memberi mandat bagi Komnas HAM RI untuk menyelenggarakan dialog, termasuk dialog Jakarta – Papua."
5. INDONESIA BERBOHONG KEPADA PBB
Indonesia melakukan kebohongan kepada PBB pada saat menggunakan hak jawab atas laporan tiga Pakar Hak Asasi Manusia (HAM) PBB, yaitu: Francisco Cali Tzay, Morris Tidball-Binz, Cecilia Jimenez-Demay mendesak Indonesia untuk Komisi HAM PBB berkunjung ke Papua.
Pdt Phil Erari, mantan Anggota Executive Kemitraan untuk Good Governance Indonesia tahun 2000- 2010 di bawah pimimpinan Susilo Bambang Yudhoyono, Erna Witular dan Marjuki Darusman dengan ini menyatakan: "Jawaban Pemerintah Indonesia untuk keseluruhan telah menyalahi prinsip prinsip Transparasi dan dengan demikian tidak Acuntable."
Jawaban yang disampaikan oleh Misi Tetap Pemerintah Indonesia di PBB pada 20 Februari 2022 dinilai banyak pihak, bahwa itu suatu kebohongan yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia yang bertolak belakang dan tidak sesuai fakta-fakta di lapangan.
Jadi, KOMNAS HAM RI berbicara dialog itu bagian yang tak terpisahkan dari dosa-dosa dan kebohongan-kebohongan pemerintah Indonesia untuk menghalangi dan menghambat Komisi Hak Asasi Manusia PBB ke Papua.
Kebohongan penguasa Indonesia ini berjalan telanjang seperti burung putih terbang di siang bolong. Indonesia tidak akan mengubah matahari menjadi bulan, atau bintang-bintang tidak akan digantikan dengan matahari dan bulan. Kejahatan kemanusiaan dan pelanggaran berat HAM yang dilakukan Indonesia selama 61 tahun sejak 19 Desember 1961 tidak bisa dihapus dengan kebohongan. Mata TUHAN tertuju kepada kita semua.
Doa dan harapan penulis, supaya tulisan ini berguna dan ada pencerahan
Ita Wakhu Purom, 19 Maret 2022
Penulis:
1. Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua.
2. Anggota: Dewan Gereja Papua (WPCC).
3. Anggota: Konferensi Gereja-Gereja⁰ Pasifik (PCC).
3. Anggota Baptist World Alliance (BWA).
Tags
CATATAN FAKTA